Undang – undang Kesehatan
No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 1 ayat 5 : Alat kesehatan adalah instrumen,
aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Pasal 1 ayat 10 :Teknologi kesehatan adalah segala
bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa,
pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.
Pasal 60
1.
Setiap
orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan
teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.
2.
Penggunaan
alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan
norma agama dan kebudayaan masyarakat.
Pasal 68
1.
Pemasangan
implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.
Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau
alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 98 ayat 1
: Sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan
terjangkau.
Pasal 104 ayat 1
: Pengamanan
sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat
dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
Pasal 105 ayat 2
: Sediaan
farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 106
1.
Sediaan
farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
2.
Penandaan
dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan
objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
3.
Pemerintah
berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti
tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107 : Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah
RI No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
Pasal 2 ayat 1 :Sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 3 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan
hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
1.
Setiap
pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran harus
disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2.
Setiap
pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran,
bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
Pasal 9
1.
Sediaan
farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar
dari Menteri.
2.
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi sediaan farmasi yang
berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.
Pasal 12
1.
Pengujian
sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui:
a)
pengujian
laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
b)
penilaian
atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2.
Tata
cara pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 15 : Penyaluran sediaan farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a)
badan
usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan
farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;
b)
badan
usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi
yang berupa obat tradisional dan kosmetika.
Pasal 24 ayat 1 :Pengemasan sediaan farmasi dan
alat kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang tidak
membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 25 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan yang langsung bersentuhan dengan
produk sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilarang untuk diedarkan.
Pasal 28 :
1.
Penandaan
dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang harus dicantumkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi persyaratan berbentuk
tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan
secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan.
2.
Keterangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya berisi:
a)
nama
produk dan/atau merek dagang;
b)
nama
badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan
c)
farmasi
dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
d)
komponen
pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
e)
tata
cara penggunaan;
f)
tanda
peringatan atau efek samping;
g)
batas
waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.
Pasal 34 ayat 1 : Dalam rangka menjamin sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 38 : Pengujian kembali sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang diedarkan
dilaksanakan:
a)
secara
berkala; atau
b)
karena
adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek samping sediaan farmasi
dan alat kesehatan bagi masyarakat.
Pasal 41 ayat 1 :Penarikan kembali sediaan farmasi
dan alat kesehatan dari peredaran
karena dicabut
izin edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab badan usaha yang memproduksi
dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 43 ayat 1 : Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya kesehatan,
cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pasal 51 : Peran serta masyarakat dilaksanakan
melalui:
a)
penyelenggaraan
produksi dan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b)
penyelenggaraan,
pemberian bantuan, dan/atau kerja sama dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c)
sumbangan
pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau
pelaksanaan program pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
Pasal 64 : Pengawasan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri.
PEMENKES RI
No. 1189/MENKES/Per/VIII/2010 Tentang Produksi
Alat Kesehatan dan PKRT
Pasal
1 ayat 2 :
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT adalah alat,
bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk
manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.
Pasal 1 ayat 3 : Rekondisi/Remanufakturing adalah
kegiatan memproduksi alat kesehatan bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan
baku dengan persyaratan produksi sesuai standar awal.
Pasal 1 ayat 10 : Izin edar adalah izin yang
dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan
kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan
di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
Pasal 3 : Alat kesehatan berdasarkan
tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri
maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai
berikut:
a.
diagnosa,
pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit;
b.
diagnosa,
pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit;
c.
penyelidikan,
penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis;
d.
mendukung
atau mempertahankan hidup;
e.
menghalangi
pembuahan;
f.
desinfeksi
alat kesehatan;
g.
menyediakan
informasi untuk tujuan medis atau diagnosa melalui pengujian in vitro terhadap
spesimen dari tubuh manusia.
Pasal 6 :
1. Produksi alat kesehatan dan/atau
PKRT hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi.
2. Sertifikat produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 7 ayat 1 : Jenis produk yang diizinkan
untuk diproduksi harus sesuai dengan lampiran sertifikat produksi.
Pasal 8 :
1.
Perusahaan
yang hanya melakukan pengemasan kembali ,perakitan, rekondisi / remanufakturing
dan perusahaan yang menerima makloon harus memiliki sertifikat produksi.
2.
Makloon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelimpahan sebagian atau seluruh
kegiatan pembuatan alat kesehatan dan/atau PKRT dari pemilik merek atau pemilik
formula kepada perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.
Pasal 9 :
1. Perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan/PKRT bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
kesehatan/PKRT yang diproduksinya.
2. Perusahaan harus dapat menjamin
bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau
PKRT yang Baik dan tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan, penggunaan dan transportasi.
Pasal 12 ayat 1 : Bagian bangunan atau ruangan
produksi alat kesehatan dan/atau PKRT tidak digunakan untuk keperluan lain
selain yang telah ditetapkan pada sertifikat produksi.
Pasal 19 : Pemerintah melakukan monitoring
dan evaluasi secara berkala minimal 1 (satu) tahun sekali untuk menjamin
ketaatan terhadap Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT yang Baik.
Pasal 23 ayat 1 :
Sertifikat produksi alat
kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi :
a.
Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik
yang telah menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik secara
keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas
IIa, kelas IIb dan kelas III;
b.
Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik
yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb,
sesuai ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik; dan
c.
Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik
yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan IIa tertentu, sesuai
ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik.
Pasal 23 ayat 2 : Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) kelas meliputi:
a.
Sertifikat
Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah
menerapkan Cara Pembuatan PKRT yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan
untuk memproduksi PKRT kelas I, kelas II, dan kelas III;
b.
Sertifikat
Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah
layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II, sesuai ketentuan Cara Pembuatan
PKRT yang Baik; dan
c.
Sertifikat
Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah
layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan PKRT yang Baik.
Pasal 24 :
1.
Permohonan
sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha.
2.
Badan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.
3. Persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 26 : Ketentuan mengenai laboratorium
dalam permohonan sertifikat produksi sesuai dengan klasifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a.
Sertifikat
Produksi Kelas A wajib memiliki laboratorium.
b.
Sertifikat
Produksi Kelas B memiliki laboratorium atau bekerjasama dengan laboratorium
terakreditasi atau diakui.
c. Sertifikat Produksi Kelas C
menguji produknya ke laboratorium terakreditasi atau diakui.
Pasal 27 : Tata cara mendapatkan Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagai berikut:
1.
Perusahaan
pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui kepala
dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana
terlampir;
2.
Kepala
dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak
menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
3.
Tim
pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli /konsultan /lembaga
tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal;
4.
Tim
pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan
dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana terlampir;
5.
Apabila
telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya
6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan
bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan
contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir;
6.
Dalam
hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak
dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat
surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana
terlampir;
7.
Setelah
diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada angka 5,
Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau
PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah berkas lengkap,
dengan menggunakan contoh Formulir 5 dan Formulir 6 sebagaimana terlampir;
8.
Dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 7,
Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan
sertifikat produksi dengan menggunakan contoh Formulir 7 dan Formulir 8
sebagaimana terlampir;
9.
Terhadap
penundaan sebagaimana dimaksud pada angka 8 diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya
surat penundaan.
Pasal 29 : Pedoman pelaksanaan pelayanan
sertifikasi produksi ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 30 : Sertifikat produksi berlaku 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.
Pasal 31 ayat 1 :
1) Permohonan perpanjangan
sertifikat produksi diajukan oleh perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sebelum berakhir masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal
melalui kepala dinas kesehatan provinsi.
2) Perusahaan yang tidak melakukan
perpanjangan sertifikat produksi hingga masa berlaku sertifikat produksi habis,
harus mengajukan permohonan sertifikat produksi baru.
3) Tata cara perpanjangan sertifikat
produksi dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Pemenkes
RI No.1190 /MENKES /PER /VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan PKRT
Pasal 1 ayat 7 : Izin
edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan
atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan
di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
Pasal 5 :
1.
Alat
kesehatan dan/atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah
Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar.
2.
Izin
edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal atau pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 7 : Produk
rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang wajib
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 9 ayat 1 :
Alat
kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a.
keamanan
dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau
buktibukti lain yang diperlukan;
b. keamanan dan
kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan
tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data
klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c.
mutu,
yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan
spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan
Pasal 10 ayat 1
: Permohonan
izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada Direktur Jenderal
dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapan yang
diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan Formulir 2
sebagaimana terlampir.
Pasal 12 : Alat kesehatan
dan/atau PKRT impor yang akan didaftar, wajib disertai surat yang menyatakan
bahwa alat kesehatan dan/atau PKRT tersebut sudah beredar dan
digunakan di Negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta
dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau
PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses
evaluasi.
Pasal 19 : Nomor izin edar
diberikan untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah disetujui permohonan pendaftarannya.
Pasal 20 : Terhadap pendaftaran
izin edar dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
Pasal 21 : Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun
atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan
dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan
Pasal 22 ayat 1
: Izin
edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a.
masa
berlaku izin edar habis;
b.
masa
berlaku sertifikat produksi habis
c.
dan/atau
dibatalkan;
d.
batas
waktu keagenan habis,
e.
dibatalkan,
atau tidak diperpanjang;atau
f.
persetujuan
izin edar dicabut oleh
g.
Direktur
Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 23 ayat 1:
Perusahaan
pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan dan/atau
PKRT selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa
berlakunya.
Pasal 24 ayat 1
:Perusahaan
harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT terhadap
perubahan:
a.
ukuran
b.
kemasan
c.
penandaan
d.
Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Pasal 26 ayat 4
: Nomor
izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket, wadah dan pembungkus
alat kesehatan dan/atau PKRT.
9 komentar:
lumayan untu referensi
terimakasih mr_jojo
halo mbak.
saya mau tanya tentang pengadaan alkes (ventilator dan mesin anestesi), apakah rumah sakit bisa langsung memesan tanpa berkonsultasi dahulu dengan usernya (dokter spesialis anestesi dan terapi intensif)?
mohon sekalian disertakan peraturan dan perundang2annya.
terimakasih sebelumnya.
Izin SAS adalah izin pemasukan alat kesehatan yang sangat dibutuhkan
persetujuan dokter.
Untuk pengadaan alkes memang sangat di perlukan komunikasi antara
rumah sakit dan juga dokter. Apalagi alkes yang dibeli seperti alat
anestesi maupun ventilator...
mbak bisa lanjut membaca tentang izin SAS pada permenkes no. 51 tahun
2014 tentang pemasukan alat kesehatan. trimakasih...
Saya mau tanya aoakah tensi busa digunskan untuk umum
Saya mau tanya aoakah tensi busa digunskan untuk umum
Menurut saya..dapat digunakan untuk umum. tensi dapat digunakan sebagai alat PKRT yg wajib ada karena pengecekan secara berkala terhadap tekanan darah sangat baik untuk kesehatan.Namun untuk pemakaian tensi manual diperlukan keterampilan khusus..trimakasih
Saya ingin bertanya, apakah alat ukur seperti dosimeter dan surveymeter termasuk alat kesehatan dan membutuhkan ijin edar? Kalau tidak adakah regulasi yang mngaturnya?
terimakasih sebelumnya
Menurut permenkes no 54 tahun 2015 tentang pengujian dan kalibrasi alkes, survey meter dan dosimeter termasuk dalam alat kesehatan bagian alat ukur. Survey meter dan dosimeter termasuk alat proteksi radiasi yg sering digunakan dlm kesehatan dan juga produksi farmasi.
Pada pasal 106 UU 36 thun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa "sediaan farmasi dan alkes hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar"
Posting Komentar