Kamis, 26 November 2015

UNDANG - UNDANG YANG MEMUAT ALAT KESEHATAN DAN PKRT



Undang – undang Kesehatan No.36  Tahun 2009 Tentang Kesehatan
 
Pasal 1 ayat 5 : Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Pasal 1 ayat 10 :Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.

Pasal 60
1.      Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.
2.      Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.
Pasal 68
1.      Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.      Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 98 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.

Pasal 104 ayat 1 : Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.

Pasal 105 ayat 2 : Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 106
1.      Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
2.      Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
3.      Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 107 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan  Pemerintah  RI No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
 

Pasal 2 ayat 1 :Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

Pasal 3 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8
1.      Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2.      Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran, bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 9
1.      Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari Menteri.
2.      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diproduksi oleh perorangan.

Pasal 12
1.      Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan melalui:
a)    pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
b)   penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2.      Tata cara pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 15 : Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a)        badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;
b)        badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika.

Pasal 24 ayat 1 :Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 25 ayat 1 : Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang mengalami kerusakan kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk sediaan farmasi dan alat kesehatan, dilarang untuk diedarkan.

Pasal 28 :
1.      Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang harus dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan secara obyektif, lengkap serta tidak menyesatkan.
2.      Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya berisi:
a)      nama produk dan/atau merek dagang;
b)      nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan sediaan
c)      farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia;
d)     komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan;
e)      tata cara penggunaan;
f)       tanda peringatan atau efek samping;
g)      batas waktu kadaluwarsa untuk sediaan farmasi tertentu.

Pasal 34 ayat 1 : Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 38 : Pengujian kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan
dilaksanakan:
a)        secara berkala; atau
b)        karena adanya data atau informasi baru berkenaan dengan efek samping sediaan farmasi dan alat kesehatan bagi masyarakat.

Pasal 41 ayat 1 :Penarikan kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran
karena dicabut izin edarnya dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab badan usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Pasal 43 ayat 1 : Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila sediaan farmasi dan alat kesehatan yang digunakan mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

Pasal 51 : Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
a)        penyelenggaraan produksi dan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;
b)        penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerja sama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c)        sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau pelaksanaan program pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;

Pasal 64 : Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri.


PEMENKES RI No. 1189/MENKES/Per/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan PKRT

Pasal 1 ayat 2 : Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum.

Pasal 1 ayat 3 : Rekondisi/Remanufakturing adalah kegiatan memproduksi alat kesehatan bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan baku dengan persyaratan produksi sesuai standar awal.

Pasal 1 ayat 10 : Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

Pasal 3 : Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a.         diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit;
b.        diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit;
c.         penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis;
d.        mendukung atau mempertahankan hidup;
e.         menghalangi pembuahan;
f.         desinfeksi alat kesehatan;
g.        menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosa melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.

Pasal 6 :
1.      Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi.
2.      Sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 7 ayat 1 : Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus sesuai dengan lampiran sertifikat produksi.

Pasal 8 :
1.      Perusahaan yang hanya melakukan pengemasan kembali ,perakitan, rekondisi / remanufakturing dan perusahaan yang menerima makloon harus memiliki sertifikat produksi.
2.      Makloon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelimpahan sebagian atau seluruh kegiatan pembuatan alat kesehatan dan/atau PKRT dari pemilik merek atau pemilik formula kepada perusahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.



Pasal 9 :
1.      Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan/PKRT bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan/PKRT yang diproduksinya.
2.      Perusahaan harus dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik dan tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan dan transportasi.

Pasal 12 ayat 1 : Bagian bangunan atau ruangan produksi alat kesehatan dan/atau PKRT tidak digunakan untuk keperluan lain selain yang telah ditetapkan pada sertifikat produksi.

Pasal 19 : Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala minimal 1 (satu) tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT yang Baik.

Pasal 23 ayat 1 :
Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi :
a.    Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III;
b.    Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik; dan
c.    Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan IIa tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik.

Pasal  23 ayat 2 : Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi:
a.         Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan PKRT yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi PKRT kelas I, kelas II, dan kelas III;
b.        Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang Baik; dan
c.         Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang Baik.

Pasal 24 :
1.      Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha.
2.      Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
3.      Persyaratan administratif dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 26 : Ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat produksi sesuai dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a.       Sertifikat Produksi Kelas A wajib memiliki laboratorium.
b.      Sertifikat Produksi Kelas B memiliki laboratorium atau bekerjasama dengan laboratorium terakreditasi atau diakui.
c.       Sertifikat Produksi Kelas C menguji produknya ke laboratorium terakreditasi atau diakui.

Pasal 27 : Tata cara mendapatkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagai berikut:
1.        Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana terlampir;
2.        Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
3.        Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli /konsultan /lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal;
4.        Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan  pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana terlampir;
5.        Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir;
6.        Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4 tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir;
7.        Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada angka 5, Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah berkas lengkap, dengan menggunakan contoh Formulir 5 dan Formulir 6 sebagaimana terlampir;
8.        Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada angka 7, Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi dengan menggunakan contoh Formulir 7 dan Formulir 8 sebagaimana terlampir;
9.        Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada angka 8 diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.



Pasal 29 : Pedoman pelaksanaan pelayanan sertifikasi produksi ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 30 : Sertifikat produksi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

Pasal 31 ayat 1 :
1)      Permohonan perpanjangan sertifikat produksi diajukan oleh perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi.
2)      Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan sertifikat produksi hingga masa berlaku sertifikat produksi habis, harus mengajukan permohonan sertifikat produksi baru.
3)      Tata cara perpanjangan sertifikat produksi dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

Pemenkes RI No.1190 /MENKES /PER /VIII/2010 tentang  Izin Edar Alat Kesehatan dan  PKRT

Pasal 1 ayat 7 : Izin edar adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan.

Pasal 5 :
1.      Alat kesehatan dan/atau PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar.
2.      Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 7 : Produk rekondisi/remanufakturing, hasil perakitan atau pengemasan ulang wajib memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 9 ayat 1 : Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.       keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau buktibukti lain yang diperlukan;
b.      keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan; dan
c.       mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan

Pasal 10 ayat 1 : Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada Direktur Jenderal dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan contoh dalam Formulir 1 dan Formulir 2 sebagaimana terlampir.

Pasal 12 : Alat kesehatan dan/atau PKRT impor yang akan didaftar, wajib disertai surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan dan/atau PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di Negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi.

Pasal 19 : Nomor izin edar diberikan untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah disetujui permohonan pendaftarannya.

Pasal 20 : Terhadap pendaftaran izin edar dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan

Pasal 21  : Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan

Pasal 22 ayat 1 : Izin edar dinyatakan tidak berlaku apabila:
a.         masa berlaku izin edar habis;
b.        masa berlaku sertifikat produksi habis
c.         dan/atau dibatalkan;
d.        batas waktu keagenan habis,
e.         dibatalkan, atau tidak diperpanjang;atau
f.         persetujuan izin edar dicabut oleh
g.        Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 23 ayat 1: Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya.

Pasal 24 ayat 1 :Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT terhadap perubahan:
a.         ukuran
b.        kemasan
c.         penandaan
d.        Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pasal 26 ayat 4 : Nomor izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket, wadah dan pembungkus alat kesehatan dan/atau PKRT.

9 komentar:

Bedjouuomp mengatakan...

lumayan untu referensi

debby setiawan putri mengatakan...

terimakasih mr_jojo

Sari kleruk mengatakan...

halo mbak.
saya mau tanya tentang pengadaan alkes (ventilator dan mesin anestesi), apakah rumah sakit bisa langsung memesan tanpa berkonsultasi dahulu dengan usernya (dokter spesialis anestesi dan terapi intensif)?
mohon sekalian disertakan peraturan dan perundang2annya.

terimakasih sebelumnya.

debby setiawan putri mengatakan...

Izin SAS adalah izin pemasukan alat kesehatan yang sangat dibutuhkan
persetujuan dokter.
Untuk pengadaan alkes memang sangat di perlukan komunikasi antara
rumah sakit dan juga dokter. Apalagi alkes yang dibeli seperti alat
anestesi maupun ventilator...
mbak bisa lanjut membaca tentang izin SAS pada permenkes no. 51 tahun
2014 tentang pemasukan alat kesehatan. trimakasih...

Eko Prasetiyo mengatakan...

Saya mau tanya aoakah tensi busa digunskan untuk umum

Eko Prasetiyo mengatakan...

Saya mau tanya aoakah tensi busa digunskan untuk umum

debby setiawan putri mengatakan...

Menurut saya..dapat digunakan untuk umum. tensi dapat digunakan sebagai alat PKRT yg wajib ada karena pengecekan secara berkala terhadap tekanan darah sangat baik untuk kesehatan.Namun untuk pemakaian tensi manual diperlukan keterampilan khusus..trimakasih

Raf mengatakan...

Saya ingin bertanya, apakah alat ukur seperti dosimeter dan surveymeter termasuk alat kesehatan dan membutuhkan ijin edar? Kalau tidak adakah regulasi yang mngaturnya?
terimakasih sebelumnya

debby setiawan putri mengatakan...

Menurut permenkes no 54 tahun 2015 tentang pengujian dan kalibrasi alkes, survey meter dan dosimeter termasuk dalam alat kesehatan bagian alat ukur. Survey meter dan dosimeter termasuk alat proteksi radiasi yg sering digunakan dlm kesehatan dan juga produksi farmasi.
Pada pasal 106 UU 36 thun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa "sediaan farmasi dan alkes hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar"

Posting Komentar